apolloelectronic.blogspot.co.id |
Berikut cara mengetauhi penggunaan mesin pendingin
sering di nyatakan dengan istilah COP ( Coefficien Of
Performance ) atau dengan EER ( Energy Effisiency Ratio )
COP didapatkan dari perbandingan antara Kapasitas Pendinginan Qe (KW) dengan Daya Input Kompresor (KW)
COP =Qe (kw) / W (kw) atau EER yaitu perbandingan
Kapasitas Pendinginan (BTU/H ) dengan Daya Input
Kompresor (W) EER =Qe(Btu/h) / W(w)
Jadi kesimpulanya adalah jika semakin besar nilai COP
atau EER semakin effisien sebuah mesin pendingin
Untuk Ac Split yang ada di pasaran nilai kira kira COP atau EER adalah :
Secara umum rata rata manufaktur AC menuliskan 9000Btu/h untuk AC 1 pk Split.Itu artinya jika
kompresor dengan daya 1 pk akan menghasilkan pendinginan sebesar 9000 Btu/h .
1pk =0.746kw 1Btu/h = 0.000293071 kw
Jadi jika AC memiliki kapasitas pendinginan 9000Btu/h dengan daya input 1pk maka :
COP = (9000 X 0.000293071) /0.746
COP = 2.638 /0.746
COP =3.54
Atau EER nya:
EER =9000/746
EER =12
Jadi makin besar COP atau EER- nya berarti Performance AC tersebut makin baik?
Dipasaran
ada beberapa manufaktur AC Split yang meng-claim paling hemat listrik
dengan teknologi inverter-nya. Apakah ini berarti COP-nya naik juga?
Inverter system bukan berarti menaikkan nilai COP sehingga pemakaian energi listrik menjadi lebih hemat.
Fixed speed drive adalah metoda yg digunakan pada ac konvensional. Kompressor bekerja sesuai dengan tegangan dan frekuensi jala-jala.
Inverter adalah salah satu teknologi utk menghemat pemakaian arus listrik.
Inverter memvariasikan tegangan dan frekuensi sesuai dgn kebutuhan atau dengan pengontrolan seperti PWM (Pulse Width Modulation)
Ketika sistem pendingin mulai start up.....pada AC konvensional terjadi hentakan arus yg sangat besar 4-6kali FLA-nya karena Kompresor langsung mendapat tegangan dan frekuensi penuh (kalau di Indonesia misalnya 220VAC/50Hz utk single phase). Tetapi dengan sistem yg menggunakan teknologi inverter, untuk start up bisa dimulai dari 1/15 FLA sampai kemudian mencapai titik FLA secara bertahap.
Fixed speed drive adalah metoda yg digunakan pada ac konvensional. Kompressor bekerja sesuai dengan tegangan dan frekuensi jala-jala.
Inverter adalah salah satu teknologi utk menghemat pemakaian arus listrik.
Inverter memvariasikan tegangan dan frekuensi sesuai dgn kebutuhan atau dengan pengontrolan seperti PWM (Pulse Width Modulation)
Ketika sistem pendingin mulai start up.....pada AC konvensional terjadi hentakan arus yg sangat besar 4-6kali FLA-nya karena Kompresor langsung mendapat tegangan dan frekuensi penuh (kalau di Indonesia misalnya 220VAC/50Hz utk single phase). Tetapi dengan sistem yg menggunakan teknologi inverter, untuk start up bisa dimulai dari 1/15 FLA sampai kemudian mencapai titik FLA secara bertahap.
Begitu juga ketika temperatur di ruangan yg dikondisikan mulai turun. AC konvensional tetap mendapat supply tegangan dan frekuensi yg sama seperti pada saat start up (kecepatan putaran kompressor tetap / tidak dipengaruhi oleh kondisi beban), berbeda dengan inverter system, dengan menerima input dari sensor ruangan inverter akan memvariasikan kapasitas kompresor menyesuaikan dengan beban pendinginan (kecepatan putar kompressor menyesuaikan beban).
Jadi total penggunaan energi listrik jauh lebih hemat dengan inverter system dibanding dengan model konvensional.
Nilai COP sendiri ditentukan dalam satu kondisi, misalnya pengukuran saat di indoor temperatur 27°CDB / 19°CWB dan outdoor 35°CDB / 24°CWB
Teknologi inverter banyak digunakan pada AC jenis VRV ataupun VRF, apa yang dimaksud dengan VRV atau VRF tersebut?
VRV
(Variable Refrigerant Volume) adalah hak patennya Daikin, model yang
sama juga ada di manufaktur yang lain dengan nama yang berbeda, misalnya
VRF (Variable Refrigerant Flow system) punya Fujitsu.
Pada dasarnya keduanya sama,mengontrol jumlah aliran refrigeran yang mengalir ke Evaporator dan memvariasikan kecepatan putaran Kompresor, fan motor pendingin Kondenser, fan motor sirkulasi udara di Evaporator, intinya menyetel kondisi sistem supaya sesuai dengan kondisi beban.
Pada dasarnya keduanya sama,mengontrol jumlah aliran refrigeran yang mengalir ke Evaporator dan memvariasikan kecepatan putaran Kompresor, fan motor pendingin Kondenser, fan motor sirkulasi udara di Evaporator, intinya menyetel kondisi sistem supaya sesuai dengan kondisi beban.
Kondisi seperti apa yang bisa mempengaruhi effisiensi dan kerusakan apa saja yang umum terjadi pada AC jenis ini?
Kesalahan
pada saat pemasangan baik itu piping design ataupun proses penanganan
evacuation atau proses vakum atau pun penggunaan refrigeran yg tidak
murni menjadi penyebab dasar kerusakan-kerusakan pada sistem.Salah satu contoh: Proses vakum yg benar adalah dengan menggunakan alat vakum yang standard (mampu mencapai 29.9 inHg Vac.) sehingga mampu mengevakuasi udara dan foreign gas yg berada dalam pipa-pipa pada saat proses instalasi. Keberadaan udara dalam sistem selain menghambat proses refrigerasi juga bisa menyebabkan korosi (kandungan air yg terdapat di udara akan bereaksi dgn logam-logam yg ada di dalam komponen sistem refrigerasi, misalnya komponen mekanik pada kompressor. Yang pada akhirnya bisa membuat Kompresor macet/electric motor dalam Kompresor menjadi short circuit.
Kesalahan instalasi juga bisa berakibat fatal, pada sistem VRV/VRF pemasangan refnet joint dan ukuran pipa sangat menentukan agar sistem bisa bekerja normal. Pemasangan oil trap juga harus diperhatikan sehingga oli bisa bersirkulasi kembali kedalam kompresor (oli tidak terperangkap di jalur/komponen-komponen di indoor unit). Penggunaan oil separator pada sistem tidak berarti 100% oli tidak ikut bersirkulasi di dalam sistem.
Pemakaian refrigeran yang tidak murni juga sangat mempengaruhi kinerja mesin pendingin. Refrigeran yg beredar dipasaran walaupun type-nya sama bukan berarti 100% sesuai dengan karakteristik kimiawinya.
Admin pernah melakukan testing dengan memakai Refrigerant Identifier untuk melakukan pengecekan kemurnian refrigeran dan hasilnya ternyata untuk salah satu merk refrigeran R-134a yang kisaran harganya 400-500rb/13.6kg ternyata kandungan R-134a-nya cuma 26% sisanya R-22 + uap air.
Dengan menggunakan refrigeran oplosan tersebut sudah jelas akan merusak kinerja mesin pendingin.
Untuk kerusakan electric biasanya disebabkan fluktuasi tegangan listrik yg menyebabkan kinerja mesin tidak stabil.
Kerusakan-kerusakan sensor (thermistor, pressure switch, EEV solenoid dll) biasanya terjadi setelah sistem bekerja dalam waktu yang lama. Selebihnya human error pada saat part manufacturing atau saat instalasi unit.
Sistem yang terpasang menggunakan R-22, kira-kira ada/tidak spesifikasi yang jelas untuk mengetahui kalau itu refrigeran murni?
Kalau
untuk melakukan pengecekan hanya satu cara "gunakan Refrigerant
Identifier" yang bisa mengidentifikasi komposisi chemicalnya.
Refrigerant Identifier juga bisa dipakai untuk mengecek kondisi refrigeran dalam sistem yg sudah terpasang/terisi.
Cara lain adalah beli refrigeran yg bermerk seperti ELF, Freon, Genetron, Dupont. Harga memang jauh lebih mahal, tetapi kemurniannya terjamin.
Refrigerant Identifier juga bisa dipakai untuk mengecek kondisi refrigeran dalam sistem yg sudah terpasang/terisi.
Cara lain adalah beli refrigeran yg bermerk seperti ELF, Freon, Genetron, Dupont. Harga memang jauh lebih mahal, tetapi kemurniannya terjamin.
Bagaimana acuan yang baku untuk mengecek tekanan refrigeran yang tepat pada unit, kapan sebaiknya dilakukan pengecekan tersebut?
Paling mudah lakukan pengecekan refrigeran pada saat peak load (biasanya saat siang hari) tapi jangan lagi hujan. Pada saat cuaca panas, mesin pendingin akan bekerja pada titik puncak.
Sistem pendingin ruangan (AC) pada sisi tekanan rendah (Evaporator) bekerja pada titik evaporasi 0-10 derajat Celcius. Maksudnya pada titik puncak (peak load). Temperatur Evaporasi berada dititik 10°C dan pada saat lowest load (beban terendah) tidak lebih rendah dari titik 0°C.
Ingat: "Tekanan kerja system dipengaruhi oleh beban pendinginan, semakin besar beban semakin tinggi kenaikan tekanan kerja system”.
Dari temperatur evaporasi tersebut bisa dikonversi ke tekanan kerja:
Untuk R-22: (0°C =3.97bar s/d 10°C = 5.8bar)
Jadi range-nya dari 3.97 s/d 5.8bar
atau dalam satuan psig = 57.6 s/d 84.1psig
57.6 psig saat beban terendah dan 84.1 psig saat beban puncak
Untuk R-22: (0°C =3.97bar s/d 10°C = 5.8bar)
Jadi range-nya dari 3.97 s/d 5.8bar
atau dalam satuan psig = 57.6 s/d 84.1psig
57.6 psig saat beban terendah dan 84.1 psig saat beban puncak
Jika sistem bekerja diatas 84.1 psig, sistem bekerja eksta yang bisa menyebabkan overload. Kalaupun tidak terjadi overload, umur Kompressor tidak bisa bertahan lama dan konsumsi arus listrik menjadi lebih boros. Penyebabnya biasanya kapasitas unit pendingin lebih kecil dari beban pendinginan, atau bisa juga sistem mengalami overcharge.
Biasanya
secara umum AC itu disebutkan dalam satuan PK, kalau di liat dari
bahasan COP/EER di atas, maksud satuan PK di AC itu adalah daya
kompresor? Bukan kapasitas pendinginannya, benarkah?
Di Indonesia daya sebuah motor kompresor sering disebut PK.
PK, yaitu singkatan dari bahasa belanda “Paardekracht” yang artinya juga adalah TENAGA KUDA.
COP/EER adalah ukuran prestasi kinerja suatu mesin pendingin.
Satuan PK yang sering disebut di AC adalah daya Kompresor-nya.
Sedangkan Kapasitas pendingin sering dinyatakan dalam Btu/h atau kW
PK, yaitu singkatan dari bahasa belanda “Paardekracht” yang artinya juga adalah TENAGA KUDA.
COP/EER adalah ukuran prestasi kinerja suatu mesin pendingin.
Satuan PK yang sering disebut di AC adalah daya Kompresor-nya.
Sedangkan Kapasitas pendingin sering dinyatakan dalam Btu/h atau kW
Saya
pernah dengar ada yang bilang kalau ruangan kecil (contoh : 3m x 3m x
3m) pakai AC dengan PK besar (misal 1 PK atau 1 1/2 PK) maka AC bisa
rusak. Benarkah?
Kemudian tadi disebutkan bahwa 1 PK = 0,746 kW. Itu sama dengan 746 Watt kan?. Nah bagaimana dengan AC 1 PK tapi wattnya cuma 600 lebih. Apa itu berarti itu gak benar-benar 1 PK?
Kemudian tadi disebutkan bahwa 1 PK = 0,746 kW. Itu sama dengan 746 Watt kan?. Nah bagaimana dengan AC 1 PK tapi wattnya cuma 600 lebih. Apa itu berarti itu gak benar-benar 1 PK?
Ya , bisa dikatakan seperti itu. AC dengan kapasitas yang oversize bisa membuat refrigeran cair tidak menguap dengan sempurna di evaporator (terutama yang menggunakan pipa kapiler sebagai expansion device-nya). Akibatnya refrigeran cair akan masuk ke pipa suction dan kemudian bisa masuk ke Kompresor. Refrigeran cair yang masuk ke Kompresor bisa merusak suction/discharge valve pada Kompresor tersebut.
Yang pasti dengan kapasitas AC yang oversize, pemakaian listrik menjadi lebih boros, biaya instalasi lebih besar. Apalagi jika jenis AC yang digunakan masih type konvensional (tidak ada pengontrolan kapasitas) operasi AC (cycle ON-OFFnya akan lebih sering dibanding dengan AC yang memiliki kapasitas sesuai dengan ukuran ruangan).
Daya sebuah mesin pendingin dinyatakan pada satu titik tertentu.
Misalkan: Manufaktur menyebutkan kapasitas mesin pendingin adalah 9000Btu/h dengan input power 746 Watt pada kondisi indoor temperatur 27°CDB / 19°CWB dan outdoor 35°CDB / 24°CWB
Artinya:
Dengan daya 1HP mesin akan menghasilkan kapasitas sebesar 9000Btu/h
pada kondisi seperti tersebut diatas. Jika temperatur turun/berbeda
dengan data yang diberikan manufaktur maka kapasitas mesin pendingin
akan berbeda juga. Begitu juga dengan input power, akan berbeda.
Secara umum dengan daya 1HP sebuah Air Conditioner akan menghasilkan kapasitas pendinginan rata-rata 9000Btu/h apda temperatur evaporasi antara 0 s/d 10°C. Tetapi jika design unit lebih baik lagi maka bisa saja 1HP menghasilkan kapasitas pendinginan diatas 9000Btu/h, hal yg mempengaruhinya adalah COP/EER, semakin besar nilai COP/EER maka semakin effisien sebuah mesin pendingin.
Maka jika membeli Air Conditioner coba perhatikan perbandingan kapasitas pendinginan dengan daya inputnya (perlu diperhatikan juga daya input yg tertulis pada nameplate Air Conditioner adalah daya total untuk seluruh system, jadi daya kompresor akan lebih kecil dari yg tertera pada name plate tersebut.
Bisa saja seperti yang disebutkan dengan daya 600W bisa menghasilkan kapasitas pendinginan 9000Btu/h, tetapi itu bukan berarti Kompresornya 1PK.
Secara umum dengan daya 1HP sebuah Air Conditioner akan menghasilkan kapasitas pendinginan rata-rata 9000Btu/h apda temperatur evaporasi antara 0 s/d 10°C. Tetapi jika design unit lebih baik lagi maka bisa saja 1HP menghasilkan kapasitas pendinginan diatas 9000Btu/h, hal yg mempengaruhinya adalah COP/EER, semakin besar nilai COP/EER maka semakin effisien sebuah mesin pendingin.
Maka jika membeli Air Conditioner coba perhatikan perbandingan kapasitas pendinginan dengan daya inputnya (perlu diperhatikan juga daya input yg tertulis pada nameplate Air Conditioner adalah daya total untuk seluruh system, jadi daya kompresor akan lebih kecil dari yg tertera pada name plate tersebut.
Bisa saja seperti yang disebutkan dengan daya 600W bisa menghasilkan kapasitas pendinginan 9000Btu/h, tetapi itu bukan berarti Kompresornya 1PK.
COP aktual/COP carnot x 100% itu dipakainya buat apa dan kapan diperlukannya?
Carnot cycle adalah cycle ideal, cycle yg 100% effisien.sedangkan aktual cycle, selalu terjadi kerugian-kerugian, faktor gesekan, kerugian slip loss pada motor penggerak, dll
Untuk menentukan seberapa besar efisiensi sebuah mesin maka diperlukan pembanding.
Maka carnot cycle adalah pembanding terbaik utk semua mesin yg ada.
Jadi kita bisa membandingkan efisiensi dua mesin aktual yg berbeda, semakin efisien sebuah mesin, semakin hemat dalam konsumsi arus listrik.
Semoga semua penjelasan bisa sedikit membantu yang ingin mengetauhi cara effisiensi dan penggunaan sistem pendingin atau Air Conditioner.
Kami Apollo Electronic Service Ac Jakarta Selatan siap membantu segala keluhan mengenai pendingin ruangan dan pendingin yang lain.silahkan hubungi CONTACT SERVICE kami ,dengan di bantu tehnisi yang sudah berpengalaman di jamin bisa menjadi solusi bagi Bapak atau Ibu semua.
0 komentar:
Posting Komentar